Liputan6.com, Jakarta - Setelah beberapa hari mengalami kesulitan memandang Gunung Fuji di Jepang lantaran iklim yang beralih dari musim gugur ke musim dingin, Sabtu kemarin, 7 Desember 2019, cuaca nampak bersahabat. Khususnya dari wilayah Iyashi no Sato Nemba atau banyak dikenal dengan nama Healing Village atau Desa Penyembuhan.
Liputan6.com beruntung dapat melihat Gunung Fuji dari daerah tersebut. Tiba pukul 10.00 waktu setempat di lokasi, Gunung Fuji yang tampak putih bersih di bagian puncaknya seakan menyapa di sepanjang jalan kami menuju desa.
Momen dapat melihat Gunung Fuji selalu diidamkan setiap wisatawan, baik wisatawan lokal terlebih internasional. Apalagi saat cuaca sedang biru cerah, salju putih Gunung Fuji layaknya goresan tinta lukisan yang memisah antara daratan dan langit.
Pesona Gunung Fuji menjadi daya tarik tersendiri untuk mengunjungi Desa Penyembuhan. Salah satunya untuk mengabadikan momen berfoto dengan mengenakan kimono, hingga yoroi atau zirah samurai.
Berdasarkan literatur dan penjelasan dari salah seorang pemandu wisata, Andi, Iyashi no Sato Nemba adalah daerah yang banyak berjajar rumah beratapkan jerami.
Meski keindahan Gunung Fuji dapat dinikmati di sana, perkembangan zaman membuat banyak perubahan. Pemerintah Jepang pun merestorasi sekitar 20 rumah beratap jerami di sana dengan tujuan untuk kembali menghidupkan suasana tradisional negara tersebut.
Kini rumah beratap jerami di sana menjadi semacam museum terbuka dan dibekali sejumlah fasilitas wisata. Tiap bangunan punya gaya khas masing-masing. Mulai dari membuat kerajinan tradisional, galeri, hingga pameran produk khusus daerah tersebut.
"Semua gratis," tutur Andi.
Tentu masuknya bertarif, sekitar 350 yen untuk dewasa dan 150 yen untuk anak-anak. Termasuk yang berbayar lainnya ya toko oleh-oleh dan sewa pakaian tradisional Jepang.
Dengan biaya 1.000 yen, pengunjung dapat mengenakan kimono ataupun zirah samurai sambil berkeliling desa tanpa batasan waktu. Namun begitu, hampir semua berminat sehingga tentu wajib bergantian alias antre.
Di lokasi, semua pengunjung hari ini mengenakan pakaian tebal. Hingga pukul 12.00 waktu setempat, suhunya sendiri minus 1 derajat.
Bagi yang bermaksud bertamasya ke Jepang di musim dingin, disarankan mengenakan sarung tangan. Apalagi yang doyan membuat vlog dan foto. Jika tidak kuat dingin, jari-jari akan terasa kesemutan hingga mati rasa.
Kemudahan dari Smartfren
Menurut Andi, WNI yang telah 7 tahun tinggal di Jepang itu, Iyashi no Sato Nemba sendiri disebut Desa Penyembuhan karena banyak masyarakat lokal sejak dulu memilih daerah tersebut untuk melepas penat dari kesibukan dan segala permasalahan hidup.
"Menenangkan diri, menginap beberapa hari, karena di sini juga jauh dari keramaian," katanya.
Suasana di sana pun memang terlihat asri. Pepohonan begitu banyak di sepanjang jalan, lengkap dengan gemericik suara aliran air sungai yang bening.
Apalagi dengan adanya pemandangan Gunung Fuji. Istirahat dari rutinitas harian yang menggila jadi terasa lengkap.
Untuk berbagi momen menggunakan fasilitas internet, pengguna Smartfren menjadi salah satu yang mendapat kemudahan. Provider ini menghadirkan paket internasional roaming yang berlaku di 15 negara.
"Paket internasional roaming kami hadirkan agar para pelanggan kami tetap terkoneksi dan dapat berkomunikasi selama berada di luar negeri. Setelah pada tahun lalu kami hadir di Singapura dan Malaysia. Kali ini kami hadir di 15 negara yang berada di kawasan Asia Pasifik," jelas Chief Brand Officer Smartfren, Roberto Saputra.
15 negara itu adalah Singapura, Australia, Malaysia, New Zealand, Hongkong, Taiwan, Macau, Brunei, Korea Selatan, India , Jepang, Filipina, Thailand, Bangladesh, dan China.
Menurut Roberto, tarif layanan internasional roaming Smartfren sendiri Rp 150.000 dengan benefit kuota internet sebesar 2 gigabyte dan berlaku selama 7 hari. Khusus di Jepang, Smartfren bekerja sama dengan salah satu operator yaitu NTT Docomo.
"Paket internasional roaming ini dapat diperoleh pelanggan, baik ketika masih berada di Indonesia ataupun setelah berada di luar negeri," ujarnya.
No comments:
Post a Comment