Liputan6.com, Jakarta - Usulan jabatan presiden tiga periode atau maksmimal 15 tahun masa jabatan ditentang keras oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Bahkan, Jokowi secara terang-terangan menyebut pengusul masa jabatan tiga periode seakan ingin menampar muka dirinya.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (maknanya) menurut saya, satu ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan," tegas Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Senin 2 Desember 2019.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku sejak awal telah meminta amendemen UUD 1945 fokus pada masalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Benar saja yang dikhawatirkan Jokowi, kini rencana amandeman melebar ke masalah penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Selain itu, muncul juga wacana masa jabatan presiden delapan tahun dengan satu periode jabatan.
"Sejak awal sudah saya sampaikan, saya ini produk pemilihan langsung sehingga waktu ada keinginan amandemen apa jawaban saya, apakah bisa amendemen dibatasi? Untuk urusan haluan negara, jangan melebar ke mana-mana," kata Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin pembahasan amandemen UUD 1945 tak dilanjutkan lagi, jika pada akhirnya muncul wacana penambahan masa jabatan presiden.
"Jadi lebih baik gak usah amandemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan internal yang tidak mudah diselesaikan," ucapnya.
Usulan Siapa?
Belakangan, Partai NasDem disebut sebagai pengusul penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua MPR Arsul Sani.
"Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem. Tentu kita harus tanyakan kepada yang melayangkan secara jelas apa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 22 November 2019.
Ketua DPP Partai Nasdem, Irma Chaniago membantah bahwa usulan tersebut berasal dari partainya.
"Yang disampaikan Pak Saan Mustopa (Sekretaris Fraksi NasDem) hanya kajian kajian atas dasar banyaknya usulan terkait masa jabatan presiden yang muncul, bukan berarti Nasdem yang mengusulkan hal itu," kata dia, saat dihubungi Merdeka.com, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Dia mengatakan, Jokowi tentu memiliki pertimbangan sendiri untuk tidak menyetujui wacana tersebut. Namun menurut dia, kajian terkait hal tersebut wajar saja dilakukan oleh DPR.
"Jika presiden tidak setuju tentu ada alasannya, tetapi jika parlemen sebagai salah satu pembuat UU melakukan kajian tentu itu bukan sesuatu yang diharamkan, karena UUD 1945 yang asli (yang belum diamandemen) bahkan mengatakan masa jabatan Presiden boleh berkali-kali sepanjang dikontestasikan terlebih dahulu setiap lima tahun sekali," ujar dia.
No comments:
Post a Comment