Pages

Friday, September 27, 2019

Cerita Akhir Pekan: Pertanyaan dan Harapan pada 10 Tahun Hari Batik Nasional

Liputan6.com, Jakarta - Pada 2 Oktober 2019 nanti, rakyat Indonesia genap sepuluh tahun atau satu dekade merayakan Hari Batik Nasional. Tiap tahun sejak 2009, momentum itu dimanfaatkan masyarakat Indonesia, dari pelajar, pekerja kantoran, hingga pejabat untuk mengenakan batik.

Hari Batik menjadi peringatan pengakuan dunia atas kain asli Nusantara itu. Pada 2 Oktober 2009, Badan Kebudayaan PBB atau Unesco menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

"Teknik, simbolisme, dan budaya yang melingkupi kain katun atau sutra yang diwarnai secara manual, yang dikenal sebagai Batik Indonesia, meresap dalam kehidupan orang Indonesia, dari awal hingga akhir," demikian dikutip dari laman UNESCO.

Menurut Unesco, Batik juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Batik digunakan sehari-hari, dalam kegiatan bisnis hingga akademis, saat merayakan pernikahan maupun kehamilan, bisa ditemukan dalam pagelaran wayang maupun seni lainnya.

Kain batik juga memainkan peran sentral dalam sejumlah ritual. Sejak pengakuan yang diberikan Unesco, Indonesia merayakan hari batik setiap 2 Oktober. Batik pun kian dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, digunakan dalam pakaian formal dan kasual, serta menjadi inspirasi bagi banyak haute couture kontemporer.

Banyak yang memilih menggunakan batik yang penuh warna dan modern sebagai pakaian sehari-hari, yang cocok untuk dipakai di wilayah yang panas dan lembab seperti di Nusantara.Masing-masing daerah pun mengembangkan motif batik khusus dan warna yang unik.

Hari batik juga menjadi sebuah momentum pelestarian dan pengenalan batik kepada dunia internasional. Selain itu diharapkan agar kecintaan masyarakat Indonesia akan batik makin mendalam, serta filosofinya meresap dalam jiwa: sabar, teliti, tekun dalam menjalani kehidupan.

Lalu setelah sepuluh tahun, seperti apa perkembangan batik di Indonesia? Apakah sudah menjadi budaya dan bagian hidup masyarakat kita? Atau hanya sekadar seremoni belaka dan sudah cukup puas dengan pengakuan dunia terhadap batik? Jawabannya tentu bisa beragam.

Salah satunya datang dari Iwet Ramadhan, seorang penyiar radio yang juga penggiat budaya dan desainer batik. Kecintaan dan pengetahuannya soal batik dituangkan lewat buku ‘Cerita Batik’ yang ditulis oleh Iwet dan dirilis pada 2013. Ia pun menganati perkembangan batik Indonesia sampai saat ini.

2 dari 4 halaman

Hal yang Terluput

Dalam keterangan tertulis pada Liputan6.com, Iwet menuliskan kalau secara umum batik di Indonesia sudah semakin diterima. Masyarakat sudah lebih apresiatif terhadap batik.

Hal ini terlihat dari makin banyaknya orang yang menggunakan batik dalam keseharian mereka. Menuutnya, hal ini berbeda sekali dengan beberapa waktu sebelum batik ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada 2009.

"Mungkin masih ada yang teringat jaman itu saat seseorang menggunakan batik tidak jarang dipanggil Pak Lurah atau yang lainnya. Berbeda dengan sekarang, semua orang sudah semakin terbiasa, dan bisa lebih bangga menggunakan batik dalam keseharian mereka," tuturnya.

Selain itu, makin banyak juga industri kreatif terutama di bidang fashion yang menggunakan batik sebagai material untuk desain mereka.Motif batik juga banyak menghiasi beragam desain kreatif lainnya, seperti design product, grafis, dan lain-lain. Lalu, apa lagi yang kurang?

Ternyata ada satu hal yang masih luput diperhatikan oleh masyarakat. Hal tersebut adalah esensi dari batik itu sendiri. Menurut Iwet, masih banyak sekali yang belum paham apa sebenarnya definisi batik, alasan kenapa batik dijadikan warisan budaya tak benda (intangible heritage) oleh UNESCO, sampai ke arti filosofi motifnya.

Pria asal Yogyakarta menerangkan kalau batik adalah teknik menghias kain dengan metode menahan warna menggunakan cairan malam menggunakan alat bernama canting. Teknik menghias kain ini diawali dengan melukis kain dengan menggunakan canting berisi cairan malam, lalu dicelup ke pewarna sehingga menghasilkan pola-pola dekoratif yang penuh makna.

Umumnya motif yang digunakan adalah motif-motif yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari, budaya yang berlaku, nilai-nilai agama, sampai ke stilasi gambar-gambar penuh doa dan makna.  Hal itu yang kemudian membuat UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda.

Itu karena batik adalah teknik, gambaran cerita sebuah peradaban, kebudayaan, cerita tentang manusia yang terlibat dalam pembuatannya. Sebuah hasil karya pemikiran rasa dan karsa. Jadi bukan kainnya.  "Setiap kain punya cerita, setiap motif ada artinya, setiap warna adalah lambang sesuatu," terang pemilik nama lengkap Wethandrie Ramadhan ini

"Secara industri, terus terang sepertinya masih banyak orang memakai batik print ketimbang batik tulis atau cap. Itu karena masyarakat masih menganggap batik tulis adalah barang mahal yang masih belum diprioritaskan untuk dibeli," sambungnya.

3 dari 4 halaman

Batik sebagai Karya Seni

Sedangkan, batik cap mungkin masih dianggap kurang atraktif dari sei desain dan detilnya.Ini kemudian berpengaruh kepada pengrajinnya.Karena kurangnya peminat, akibatnya banyak pengrajin yang kemudian frustrasi dan tidak meneruskan profesinya menjadi pembatik, atau justru berpengaruh ke generasi penerusnya.

Situasi itu membuat Indonesia sangat kekurangan generasi muda yang mau menjadi pembatik.Pekerjaan pembatik dianggap bukan pekerjaan yang keren dan menghasilkan banya materi. Bahkan faktanya, ada beberapa rumah pembatikan di Jogja, Solo, Lasem, Pekalongan yang keturunannya tidak mau meneruskan usaha keluarganya.

"Dan ini mengerikan menurut saya. Ini adalah sabuah lingkaran yang saling berhubungan, demand, supply, produsen/pengrajin, saling mempengaruhi," tulisnya lagi.  Iwet menekankan, batik adalah karya seni. Mungkin itu sebabnya masih butuh waktu untuk bisa dicerna dan diterima secara utuh oleh masyarakat kita.

Untuk itu, Iwet berharap semoga ditahun-tahun berikutnya, keriaan Hari Batik Nasional ini sudah bisa bergeser. Bukan hanya keriaan memakainya, tapi lebih dalam lagi tentang bagaimana kita memaknai batik sebagai warisan budaya nenek moyang yang sangat indah dan penuh dengan makna dan filosofi.

"Ini yang kemudian menjadi dasar perjuangan saya untuk mengenalkan batik ke masyarakat Indonesia. Mulai dari menulis buku #CeritaBatik, Youtube Series dengan judul yang sama, sampai ke memberdayakan Ibu Rusun dengan melatih mereka membatik di rusun-rusun di Jakarta," ungkapnya.

"Karena sesungguhnya, teknik dan motif serta cerita ini yang harus dilestarikan," pungkas Iwet Ramadhan.

Hari Batik Nasional menjadi sebuah momentum pelestarian dan pengenalan batik kepada dunia internasional.Tentu bukan itu saja. Kita juga berharap agar kecintaan masyarakat Indonesia akan batik makin mendalam, serta filosofinya meresap dalam jiwa: sabar, teliti, tekun dalam menjalani kehidupan.

Kalau itu belum terwujud, benar adanya seperti diterangkan Iwet Ramadhan, semua itu butuh waktu karena batik adalah karya seni, karya kebanggaan Indonesia. 

4 dari 4 halaman

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Let's block ads! (Why?)

from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2npmNuk

No comments:

Post a Comment