Liputan6.com, Jakarta - Kota Palu, Sulawesi Tengah, luluh lantak akibat bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi pada Jumat 28 September 2018. Perekonomian pun lumpuh dan para pegiat usaha banyak mengalami kerugian.
Pantauan Liputan6.com, hingga Minggu (14/10/2018), banyak lokasi usaha mulai dari pasar tradisional hingga modern masih tutup. Begitu juga kafe dan sejumlah rumah makan.
Namun, pelan-pelan masyarakat Kota Palu kembali membangun sistem perekonomian di sana. Praktik jual beli hingga penyediaan jasa pun diupayakan cepat beroperasi.
Salah satunya kafe di kawasan terdekat Pantai Talise yang terdampak tsunami. Tidak jauh dari sana, tampak kondisi jembatan kuning penghubung Palu Barat dan Timur yang ambruk.
Pemilik kafe, Andry Alfian menyampaikan, sejak Sabtu 13 Oktober dia membuat kafenya siap dikunjungi masyarakat. Tanda bertuliskan 'Open' dipajang di depan pintu utama.
"Selain untuk melihat saja apa ada yang akan datang, ini juga untuk para pegawai," tutur Andry saat berbincang dengan Liputan6.com.
Ayah tiga anak itu berupaya memotivasi para pegawainya yang notabene anak-anak muda. Sebab, bila larut dalam trauma usai bencana terjadi akan berdampak pada semangat hidup mereka.
"Saya bilang kalau mau down terus, kapan hidupnya. Beberapa jauh dari rumah, tidak tahu mau apalagi setelah ini. Perlu dirangkul agar bisa sama-sama," jelas dia.
Andri mengaku memiliki lima kafe yang tersebar di seluruh Kota Palu. Empat di antaranya hancur akibat gempa. Bahkan, alat-alat seperti mesin kopi dan pembuat es krim pun ludes dijarah warga.
Saat gempa dan tsunami terjadi, sang istri sedang mengelola kafe yang kini masih berdiri. Sementara dia mengerjakan proyek di kawasan yang terbilang jauh dari salah satu tongkrongan pilihan warga Kota Palu tersebut.
"Air mata itu jatuh sendiri. Sudah tegar. Saya terobos lawan arah bawa mobil jemput istri. Sepanjang jalan zikir dan saya pikir ini kiamat," ujar Andri.
from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2QPDLM5
No comments:
Post a Comment